Situ Sangiang adalah nama lokasi wisata terkenal di Majalengka, yang memiliki banyak cerita misteri. Bahkan selain memiliki kelengkapan sarana, di lokasi ini pun terdapat pula sejumlah tempat misteri, yang sangat menarik untuk ditelusuri.
Diantara tempat-tempat misteri yang ada di Kawasan Wisata Situ Sangiang ini, adalah adanya makam keramat yang tidak bisa untuk diinapi. Sehingga kepada semua peziarahnya, sang juru kuncinya pun selalu mewanti-wanti agar bilamana sudah selesai, mereka itu pun dianjurkan untuk secepatnya pulang.
“Pokoknya kami di sini, tidak akan mau bertanggung jawab bilamana ada peziarah yang memaksa, atau dengan secara diam-diam menginap di sini!” cetus salah seorang juru kuncinya.
Adanya larangan untuk tidak bermalam di lokasi makam keramat yang bernama Sunan Parung ini, konon adalah karena gangguan-gangguan gaib yang akan datangnya itu, sangatlah kuat sekali. Sehingga dikhawatirkan, mereka pun tidak akan mampu menghadapinya.
“Ya, gangguan-gangguan gaib yang biasanya akan datang itu, datangnya langsung dari kawasan Situ Sangiang ini. Dimana wujudnya akan ada yang berupa seekor ikan, ular raksasa dan sosok-sosok menyeramkan lainnya!” tambah Sang Juru Kunci, meyakinkan.
Lokasi lainnya yang juga sangat diyakini memiliki misteri, adalah adanya tujuh buah pohon angsana yang tumbuhnya unik. Yakni, walaupun asal tumbuhnya itu berbeda dan terpisah-pisah, namun pada bagian batang atasnya malah tampak yang seperti saling menjadi satu saja.
Konon, ada tiga versi yang sempat menjelaskan tentang asal muasal dari tumbuhnya tujuh pohon aneh ini. Yaitu, ada yang mengatakan sebagai wujud jelmaan dari senjata pusaka miliknya Sunan Parung. Namun, ada pula yang menyebutnya sebagai jelmaan dari tumbak pusaka Sunan Talaga Manggung. Atau bahkan, diyakini pula sebagai wujud penjelmaan dari pedang pusaka Raden Panglurah. Yakni, yang sebagai hasil dari bertapanya itu. Lantas, Siapakah mereka?
Sekilas Sejarah
Sebagaimana penjelasan-penjelasan yang didapat, bahwa asal muasal dari adanya Situ Sangiang itu, adalah berawal dari adanya kisah sejarah yang panjang.
Yakni, pada abad ke 15, di kawasan Talaga, yang ada di bagian selatan Majalengka itu, sempat berdiri sebuah kerajaan kecil, yang diberi nama Talaga Manggung. Dimana yang menjadi rajanya adalah seorang putera dari Maharaja Ajiguna Linggawisesa, Kerajaan Galuh, Ciamis (1340-1350), yang berjuluk, Raden Suryadewata. Atau yang kemudian lebih dikenalnya lagi dengan sebutan, Sunan Talaga Manggung.
Dari buah pernikahannya, Raden Suryadewata ini sempat dikaruniai dua orang anak. Yaitu, Raden Panglurah dan Ratu Simbar Kencana.
Ratu Simbar Kencana sempat menikah dengan seorang patih dari kerajaan ayahandanya itu, yakni Palembang Gunung.
Pada awalnya, Patih Palembang Gunung yang berasal dari Palembang itu, sempat menjalankan tugas-tugasnya dengan sangat baik dan penuh tanggung jawab. Sehingga ia pun sangat dikagumi oleh Sang Raja dan segenap rakyatnya.
Namun, oleh karena adanya semacam dorongan napsu egoisme yang jahat, Patih Palembang Gunung itu pun malah sempat pula memiliki niatan untuk menguasai seluruh kerajaannya itu.
Sehingga, dicarilah jalan untuk bisa menyingkirkan atau membunuh Sang Raja. Terlebih, Raden Panglurah, selaku putera mahkota dan juga kakak iparnya, pada waktu itu sedang menjalankan tapanya.
Hingga, dengan sebuah taktik cerdiknya, ia pun sempat bisa memperalat Centang Barang, seorang pengawal kepercayaan terdekat Sunan Talaga Manggung, untuk melakukan niatnya jahatnya itu. Karena konon, hanya dialah satu-satunya orang yang sempat mengetahui titik kelemahan dari Sunan Talaga Manggung itu. Yaitu, yang hanya bisa dibunuh atau dikalahkan, dengan senjata tumbaknya sendiri.
Namun, ketika Sunan Talaga Manggung nyaris menemui ajalnya, dengan ilmu kesaktiannya beliau pun akhirnya malah sempat pula mengambil keputusan terakhirnya. Yaitu, untuk pergi beralih tempat ke alam lain (moksa). Namun hal yang lebih uniknya, beliau pun konon sempat pula membawa seluruh bangunan istananya itu.
Karena raja dan seluruh bangunan istana dari Kerajaan Talaga Manggung itu “menghilang”, maka Palembang Gunung pun, sempat membuat keputusan untuk membangun dan memindahkan keraton ke lokasi yang baru. Yaitu, ke kawasan Walang Suji (Desa Kagok, sekarang).
Namun akhirnya, Ratu Simbar Kencana pun sempat pula bisa mengetahui, bahwa orang yang telah membunuh ayahandanya itu, adalah suaminya sendiri. Sehingga dengan maksud membalas dendam, ia pun sempat pula bisa balik membunuh Palembang Gunung itu. Yakni, dengan menggunakan senjata kondenya.
Hingga, ketika Raden Panglurah, kembali dari pertapaannya dan ditawari untuk menjadi raja, beliau pun malah sempat menolak. Dan, lebih memilih untuk pergi menyusul jejak ayahnya itu. Yakni, melakukan “mati tilem”.
Sehingga, Ratu Simbar Kencana-lah yang kemudian sempat menduduki tahta kerajaannya itu.
Dan, setelah menduduki kursinya, Ratu Simbar kencana pun sempat menikah dengan Raden Kusumalaya Ajar Kutamangu, dari Kerajaan Galuh. Yang dari buah pernikahannya, mereka pun sempat dikaruniai seorang putera yang diberi nama, Sunan Parung.
Hingga, Sunan Parung inilah yang kemudian sempat meneruskan tahta di Kerajaan Talaga Manggung itu. Dan tatkala kemudian beliau memiliki seorang puteri, yang diberi nama Ratu Parung, maka Ratu Parung itulah yang akhirnya melanjutkan tahta kerajaannya.
Ratu Parung dinikah oleh seorang putera dari keturunan Prabu Siliwangi asal Kerajaan Pajajaran, yang bernama, Raden Rangga Mantra.
Dan, karena adanya ajakan yang baik dari Sunan Gunung Jati, maka Raden Rangga Mantra dan Ratu Parung itu pun akhirnya sempat pula memilih jalan untuk beralih agamanya. Yaitu dari Agama Hindu ke Agama Islam. Serta konon, yang sempat pula diikuti oleh semua rakyatnya.
Sehingga, tatkala mereka itu pun akhirnya meninggal, maka lokasi pemakamannya yang kini berada di kawasan Wana Wisata Situ Sangiang yang indah itu, sempat pula dikenali sebagai kawasan makam keramat yang banyak diziarahi. Serta pemakamannya pun sempat pula dikenali Pemakaman Keramat Sunan Parung itu.
Sementara hamparan Situ Sangiang itu sendiri, konon tidaklah lain adalah merupakan penampakan gaibnya dari wujud bangunan keraton bekas Istana Kerajaan Talaga Manggung itu. Sehingga, di kawasan ini pun sempat pula didapati tempat dan kisah-kisah yang memiliki misteri itu. (Ayi Ruswanto)