Kefanaan Ragawi Wilasa Melawan Kekekalan Jiwa

Bima Bertarung dengan Dewa Ruci

Lembayung dan Sebait Pangkur  karya Sri Widyowati Kinasih ini menceritakan kisah Lembayung yang lembut, perempuan Jawa sejati, tak pernah berolah kanuragan, tapi berhasil melawan angkara murka Wilasa hanya dengan menggunakan sebait tembang pangkur. Sangat mengejutkan bukan?

Pangkur berasal dari kata mungkur (mundur/mungkur), manusia mulai mundur dari nafsu duniawi dan mulai memikirkan kehidupan setelah meninggal nanti. Setelah semua kebutuhan di dunia terpenuhi giliran manusia mencari bekal untuk kehidupan yang abadi kelak.Tembang ini mengandung filosofi bahwa manusia tidak boleh dikendalikan oleh hawa nafsu, angkara murka yang bersifat duniawi dan fana.

Sifat ke-perempuan-an dari tokoh Lembayung menggambarkan kesucian jiwa yang selalu dirindukan wadag kasar tokoh Wilasa yang penuh angkara. Wilasa hanya akan memperoleh kesejatian hidup, kebahagiaan, hanya jika berhasil memiliki ke-Lembayung-an. Memiliki jiwa yang bersih. 

Lembayung dan pangkurnya adalah satu kesatuan. Melalui metafora ini, penulis ingin menyampaikan pesan bahwa jiwa itu abadi dan lebih kuat dari raga. Filosofi ini juga pernah dijelaskan dalam kisah pewayangan, saat Bima berhasil masuk ke telinga Dewa Ruci yang tubuhnya mungil, tak lebih besar dari telapak tangan Bima untuk mencari air kehidupan (Tirta Pawitra Sari).

Hanya orang-orang yang berjiwa bersih dan berhasil menguasai hawa nafsunya yang akan selamat melewati kehidupan yang penuh angkara murka (hutan yang penuh semak berduri pandan liar), menuju kehidupan sesudah mati yang kekal (akhirat).

Teruslah menulis kisah-kisah penuh hikmah yang indah. Teruslah menebar kebaikan.

 

Salam, uss.

***